trendingtopic.co.id – “Siapa yang mau ikut ke warung depan”, ajak saya kepada keponakan.
“Kesana aja”, keponakan menunjuk minimarket terdekat di rumah.
Sudah tertebak, anak atau pun kita kini tengah menyukai berbelanja di minimarket yang menyediakan barang lengkap dan suasana nyaman karena Ber-AC.
Bahkan kini toko berkonsep modern market sudah menjamur hingga ke desa-desa. Saya pernah menjelajah suatu tempat agak terpencil di daerah Jawa Timur. Begitu kaget ternyata ada minimarket berlogo Lebah dan semut berdiri di daerah sana.
Padahal menurut saya daerah tersebut jauh dari kota. Namun melihat telah tersedia minimarket maka potensi pasar sangat nesar.
Sayang menjamurnya modern market/minimarket justru menjadi ancaman tersendiri bagi pemilik warung kelontong. Terbukti sejak banyak tersedia modern market/minimarket, masyarakat lebih suka berbelanja disini dibandingkan.
Padahal dari sisi harga kadang harga di warung lebih murah dan tanpa ada biaya parkir kendaraan yang kerap menambah biaya namun belanja di modern market tetap jadi primadona.
Belajar pada kondisi ini saya melihat ada beragam tantangan yang harus dibenahi bagi pemilik warung agar bisa bertahan diantara gempuran modern market disekitarnya.
Tantangan 1 : Standar Pelayanan Penjaga Warung
Saya jujur pernah merasa kesal jika berbelanja ke warung khususnya dari sisi pelayanan. Ini yang membuat sempat ragu belanja di warung.
“Permisi, Mau belanja”, saya sampai mengatakan hal ini berulang kali ketika di warung tidak ada penjaga atau penjual. Ternyata pemilik warung sedang di dalam rumah atau bahkan asyik tertidur. Tidak menyadari ada orang berbelanja.
Tidak hanya itu ketika belanja pun dilayani dengan ketulusan hati. Muka si pedagang yang jutek dan bahkan jika ditanya harga dijawab ketus bisa membuat kita kapok berbelanja.
Berbeda jauh dengan pelayanan modern market. Ketika baru membuka pintu kaca saja sudah disambut ramah. Bahkan ketika ditanya lokasi barang akan diarahkan dengan baik bahkan saya pernah diantar ke tempat barang yang dicari. Ketika selesai berbelanja pun juga diucapkan terima kasih.
Saya merasa dilayani dengan baik. Bagusnya ini menjadi SOP pelayanan wajib yang dimiliki pramuniaga toko. Jadi meski saya mengunjungi toko berbeda selagi masih 1 grup akan mendapatkan pelayanan sama.
Tantangan segi pelayanan ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) utama bagi pemilik toko kelontong. Ini mengingat pelayanan akan membuat pelanggan nyaman dan tidak ragu datang kembali.
Tantangan Kedua = Sistem Penyimpanan Barang
Saya pernah berbelanja di warung dan apesnya barangnya sudah kadaluarsa. Ini membuat saya merasa dirugikan namun karena barang tidak mahal akhirnya mengikhlaskan.
Masalah ini banyak terjadi dimana pemilik seakan memenuhi warung dengan barang yang ternyata permintaan tidak besar. Alhasil barang lama laku dan nyaris akan expired. Selain itu kondisi warung juga penuh sesak barang dan tidak tertata rapih.
Saya sampai bingung jika mencari barang atau merasa sesak jika ada beberapa pembeli karena ruang gerak terbatas. Niat hati berbelanja namun badan jadi keringatan dan pusing karena melihat barang berantakan.
Pernah saya menemukan warung yang penyimpanan barang rapih. Etalase ditata dengan menarik yang membuat saya tidak kesulitan mencari barang. Uniknya niat hati membeli 1 barang justru membeli beberapa barang lain karena saya tertarik dengan barang pajangan di warung.
Permasalahan penyimpangan barang pun merugikan banyak pihak termasuk si pemilik warung. Ketika barang tidak tertata rapih maka bisa membuat barang rusak, hilang, atau rentang kadaluarsa karena tidak menerapkam FEFO (First Expired First Out) atau FIFO (First In First Out).
Tantangan Ketiga = Hubungan Mitra Dengan Supplier
Hubungan dengan supplier kadang tidak terjalin harmonis. Ada supplier barang yang menerapkan sistem konsinyasi (menitip barang). Barang laku terjual namun tidak terbayarkan membuat supplier malas untuk menitipkan barang lagi.
Padahal jika barang laku berarti dibutuhkan dan semakin lengkap barang yang dijual akan menarik pembeli datang. Kondisi ini sudah banyak terjadi dan di kantor saya pun pernah mengalami masalah dengan warung.
Ada warung yang penjualnya sudah tidak ramah, barang yang dijual dengan sistem tempo 1 bulan justru ketika ditagih justru susah bahkan si pemilik tidak suka saat ditagih. Dampaknya ketika si pemilik minta barang lagi, manajemen pun menolak untuk supply dan mulai menerapkan cash keras.
Tantangan Keempat = Hubungan Sosial Dengan Lingkungan Sekitar
Meskipun warung harus bersaing dengan hadirnya modern market namun ketika si pemilik bisa menjaga hubungan sosial dengan lingkungan sekitar maka membuat usaha warung tetap dicari.
Menyapa tetangga, datang membantu ketika tetangga ada hajatan atau cara serta menyapa dan mengucapkan terima kasih akan menciptakan relasi baik antara pemilik dengan masyarakat sekitar.
Uniknya ada pemilik warung yang terkenal ramah sering didatangi oleh pembeli kalangan ibu-ibu untuk ngobrol atau bergosip. Meskipun si pemilik tidak suka bergosip namun ia berusaha menjadi partner mendengarkan karena dengan cara itu warungnya tetap ramai di datangi.
Ada juga kisah dimana si pemilik baik hati memberikan cemilan kepada anak kecil yang datang ke warung namun tidak bawa uang. Si pemilik paham pasti orang tua anak tidak tahu jika anaknya berbelanja tanpa bawa uang.
Ketulusan hati si pemilik warung membawa berkah tersendiri. Si orang tua yang sadar segera datang untuk membayarkan belanja anak bahkan sekalian berbelanja kebutuhan rumah.
***
Banyak orang menggantungkan mata pencaharian dengan berjualan konsep warung yang menjual kebutuhan sehari-hari. Sayangnya keberadaan modern market yang kian menjamur menjadi ancaman tersendiri.
Ada beberapa tantangan yang saya anggap menjadi PR bagi si pemilik. Harapan jika PR ini bisa diatasi dengan baik maka usahanya akan tetap berjalan lancar.
Semoga Bermanfaat
–HIM–
Terima kasih sudah berbagi
Terima kasih sudah berbagi